Hoshizora Foundation Gelar Forum dan Diskusi Panel Angkat Topik Kesetaraan Akses dan Kualitas Pendidikan Indonesia

Minggu, 29 Mei 2022 – Hoshizora Foundation menggelar forum dan diskusi panel dengan mengangkat tema “Kesetaraan Akses dan Kualitas Pendidikan Indonesia Melalui Konsep Ekosistem” pada hari Sabtu, 28 Mei 2022. Forum dan diskusi panel ini merupakan event puncak dari perayaan 16 tahun hari jadi Hoshizora Foundation di bulan Mei ini.  Acara dimeriahkan oleh kehadiran 4 narasumber utama yaitu Bukik Setiawan (Ketua Yayasan Guru Belajar), Muhammad Nur Rizal, Ph.D (Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan dan Dosen UGM), Wenda Gumulya (Co-Founder dan Board Chair Hoshizora Foundation), serta Sanuri Amdali (Program Manager Hoshizora Foundation). Tak hanya itu, diskusi panel juga mengundang perwakilan dari Adik Bintang (penerima beasiswa), Wali Bintang (orang tua/wali Adik Bintang), dan guru Koordinator Wilayah dari Hoshizora Foundation sebagai narasumber. Peran Penting Ekosistem untuk Dukung Kesetaraan Pendidikan Acara dimulai dengan gelar wicara bersama Bukik Setiawan, Ketua Yayasan Guru Belajar yang telah lama berkiprah di dunia pendidikan, salah satunya sebagai pemikir kurikulum pembelajaran Merdeka Belajar. Dalam sesinya, beliau menyampaikan, “Setiap anak dimanapun, baik di perkotaan maupun di pelosok, berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas, yang merdeka belajar.” Beliau melanjutkan dengan mengatakan bahwa kunci dari pemerataan kualitas pendidikan, bukan dari perubahan di sarana prasarana saja, melainkan orang-orang yang terlibat di dalam ekosistem, baik guru, sekolah, orang tua, dan orang-orang sekitar yang memiliki kemauan untuk menjadi penggerak. Sosok yang juga merupakan pendiri Komunitas Guru Belajar Nusantara ini menutup dengan menyebutkan 3 kata kunci yang penting dimiliki bagi seorang penggerak untuk mendukung pemerataan kualitas pendidikan, yaitu peduli, terlibat, dan berkontribusi. Seseorang harus memiliki rasa peduli untuk menciptakan pemerataan pendidikan, lalu kemauan untuk terlibat dan berkontribusi sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Apabila 3 kata kunci ini terpenuhi, maka ekosistem tersebut akan menjadi hidup, jelasnya.  Selanjutnya, narasumber kedua, Muhammad Nur Rizal mengaitkan pernyataan di atas dengan cerita Gerakan Sekolah Menyenangkan yang diinisiasinya. Salah satu upaya menciptakan ekosistem pendidikan yang baik adalah lewat suasana sekolah yang menyenangkan. Dimulai dari perubahan mindset tentang pendidikan, maka akan terdorong terjadinya perubahan perilaku. Maka dari itu, Gerakan Sekolah Menyenangkan menerapkan tagline berubah, berbagi, dan berkolaborasi. Ketika seseorang mau berubah, maka ia akan terdorong untuk berbagi dan bergerak untuk berkolaborasi menciptakan ekosistem yang menyenangkan.  Lima Pilar dalam Kerangka Ketahanan Pendidikan di Hoshizora Foundation Wenda Gumulya, selaku Co-Founder dan Board Chair Hoshizora Foundation melanjutkan sesi ketiga dengan menyampaikan tentang Education Resilience Framework (Kerangka Ketahanan Pendidikan). Kerangka ini menjadi landasan bagi Hoshizora Foundation dalam menciptakan ekosistem terbaik bagi pendidikan Adik Bintang. Di dalamnya terdapat lima pilar utama yaitu akses pendidikan, metode dan materi pembelajaran, adaptabilitas guru, adaptabilitas siswa, serta dukungan orang tua.  “Sudah sejak 16 tahun Hoshizora Foundation berdiri dengan menerapkan konsep ekosistem atas dasar kepercayaan bahwa pendidikan bukan tanggung jawab satu orang, melainkan peran banyak pihak yang ikut berkontribusi dan berkolaborasi bersama. Dari kepercayaan ini, Hoshizora Foundation melahirkan Education Resilience Framework dengan kelima pilar yang saling terikat satu sama lain dan menyentuh seluruh pihak di dalam ekosistem terutama siswa, guru, dan orang tua. Kelima pilar tersebut kemudian direalisasikan dalam bentuk program meliputi beasiswa pendidikan hingga pemberdayaan dan pendampingan anak, guru, orang tua, dan alumni penerima beasiswa.” papar Wenda Gumulya.  Bagikan Survei Dampak COVID-19 terhadap Adik Bintang Pemberian bantuan yang tepat sasaran adalah pendekatan yang dilakukan oleh Hoshizora Foundation dalam mendukung ekosistem pendidikan terbaik bagi Adik Bintang. Maka dari itu, Hoshizora Foundation melaksanakan survei berkala kepada penerima manfaat untuk mengetahui kebutuhan dan dukungan apa yang memang sejatinya diperlukan oleh mereka. Salah satunya adalah survei yang dilakukan kepada 1.295 Adik Bintang mengenai dampak pandemi COVID-19 terhadap pendidikan mereka.  Melalui sesi diskusi panel, Sanuri Amdali memaparkan secara langsung hasil survei yang telah diadakan dan mendiskusikannya bersama perwakilan peserta survei. Perwakilan yang hadir adalah Adik Ajeng sebagai perwakilan penerima beasiswa, Isti Purwani sebagai perwakilan orang tua penerima beasiswa, dan perwakilan guru Koordinator Wilayah dari Aceh Singkil yaitu Slamet Widodo. Ketiga narasumber berbagai cerita mengenai pengalaman pembelajaran di masa pandemi COVID-19 dari sudut pandang masing-masing.  “Tantangan terbesar saat pembelajaran jarak jauh adalah akses sinyal yang sulit dan akses pembelajaran yang terbatas. Saya dari sekolah kejuruan kak, sehingga materi khusus kejuruan cukup terbatas.” ungkap Adik Ajeng. Dalam upaya mengatasi tantangan tersebut, siswa yang duduk di bangku kelas XI SMK ini giat mencari materi pembelajaran secara mandiri untuk bisa mengerjakan tugas-tugasnya.  Sementara itu, Slamet Widodo membagikan pengalamannya sebagai guru yang tetap mengajar di sekolah selama masa pandemi. Siswa-siswanya belajar di rumah dan hanya ke sekolah untuk mengumpulkan tugas. Dalam kasus ini, ketika anak-anak belajar di rumah, orang tua memiliki peran besar dalam mendampingi mereka belajar. Hal inilah yang menjadi tantangan terbesar bagi orang tua untuk membagi waktu sembari bekerja. Menurut Isti Purwani, ketika pergi ke ladang, ia tidak bisa pulang terlalu larut agar bisa mengontrol anak-anak yang mungkin mengalami kesulitan belajar sendiri di rumah.  Sesi diskusi panel ini sekaligus mengakhiri puncak perayaan ulang tahun Hoshizora Foundation ke-16 dan kampanye  #Pend16ikanSetara yang diusung selama bulan Mei. Hoshizora Foundation berharap forum dan diskusi panel yang dilaksanakan dapat meningkatkan kesadaran dari berbagai pihak untuk lebih terlibat dalam mendukung pemerataan akses dan kualitas pendidikan di Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *