Education and Business Forum #9: Sebuah Ruang Perubahan

Gagasan dan pendanaan merupakan dua aspek yang tak dapat dipisahkan. Gagasan tanpa daya dukung yang cukup tak akan terwujud dengan maksimal. Sebaliknya, dana tanpa visi dan nilai pun tak akan menghasilkan. Keduanya tentu akan optimal bila kemitraan yang dibangun berlandaskan visi selaras. CCPHI (Company-Community Partnership for Health in Indonesia) mempertemukan kedua sumber daya ini dalam Education & Business Forum yang mengundang berbagai NGO serta perusahaan untuk menjalin kemitraan. Visi dari masing-masing NGO dan perusahaan bertemu pada titik yang sama: perubahan positif untuk Indonesia. Pada 19 Maret 2014 lalu, hoshiZora Foundation diundang dalam Education and Business Forum yang ke-9 di Prasetya Mulya Business School, Jakarta. Megarini Puspasari selaku President hoshiZora bersama Zaki Laili Khusna, PR hoshiZora hadir mewakili hoshiZora Foundation.

Keterlibatan para mitra dalam upaya mewujudkan perubahan positif untuk Indonesia patut diapresiasi. Nila Tanzil, penggagas Taman Bacaan Pelangi di Indonesia Timur sebagai narasumber utama bersama Yudo dari Periplus Indonesia menjadi contoh nyata bagaimana kemitraan yang dilandasi nilai positif yang sama mampu membawa dampak luar biasa bagi masyarakat di Flores, Nusa Tenggara Timur. Berawal dari keprihatinan akan anak-anak Flores di sekitar lokasi kerjanya yang kurang mendapatkan akses terhadap informasi dunia, Nila Tanzil berinisiatif membuka taman bacaan di beberapa desa. Ketika semangat Nila Tanzil disambut dengan baik oleh Periplus dan beberapa mitra lain maka taman bacaan yang ia bangun semakin berkembang hingga di tahun ini akan membuka taman bacaan baru di Pulau Bacan, Halmahera Selatan. Agar memberikan dampak yang berkelanjutan, Taman Bacaan Pelangi dikelola oleh aktor lokal yang bekerja secara sukarela. Taman Bacaan Pelangi tidak hanya bertujuan mengirimkan buku, namun yang amat penting adalah menumbuhkan minat baca anak-anak Indonesia, khususnya di wilayah Indonesia Timur. Karenanya, Taman Bacaan Pelangi juga melatih para relawan lokal untuk meningkatkan ketrampilan mereka dalam membimbing tumbuhnya minat baca anak, seperti mendongeng dan pembelajaran baca-tulis.

EBF 9 - Nila Tanzil

Pengalaman Taman Bacaan Pelangi bersama Periplus menggugah mitra-mitra lain untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai proses yang terjadi di lapangan dan bagaimana kemitraan itu dapat berkembang. Salah satu isu terpenting yang diangkat adalah bagaimana orang di luar kelompok yang menjadi sasaran program dapat merangkul masyarakat untuk turut serta dalam perubahan yang diinisisasi. Seorang pegiat Hellen-Keller International menuturkan bahwa cara paling ampuh ialah dengan menjadi bagian dari masyarakat tersebut, menjalin interaksi secara personal bukan institusional apalagi interaksi sebagai staf korporat. Zaki Laili, PR hoshiZora yang pernah terjun di masyarakat Paser, Kalimantan Timur sebagai Pengajar Muda Gerakan Indonesia Mengajar juga merasakan mudahnya berjalan bersama-sama masyarakat untuk memulai perubahan ketika berbaur secara personal dengan masyarakat.

Lalu, pertanyaan menggelitik berikutnya, bagaimana kita yakin bahwa program yang kita jalankan mampu membuat perubahan? Bagaimana mengukur dampaknya? Nila Tanzil memaparkan langkah yang dilakukan Taman Bacaan Pelangi untuk melihat dampak dari misinya. Selain presensi, para relawan juga diminta menceritakan hal-hal positif apa yang terjadi dari anak-anak yang aktif berkunjung ke taman bacaan di desa mereka serta bagaimana hasil dari kompetisi literasi yang diadakan untuk melihat kemampuan anak-anak tersebut. Bila dikaitkan dengan Outcome Mapping yang biasa digunakan NGO dalam pemetaan dampaknya, maka hal-hal positif yang dikisahkan merupakan wujud dari Penanda Kemajuan yang dirumuskan. Namun kita sadari bahwa dampak signifikan tidak selalu dapat disaksikan secara instan, perlu waktu dan tahapan panjang. Ketika tahapan itu dilalui bersama-sama oleh sumber daya yang peduli akan masa depan negeri ini maka tugas kita menjadi terasa ringan dan tak mustahil dampak yang diharapkan itu akan tercapai lebih cepat.

Dari kompilasi berbagai pengalaman kemitraan yang dituturkan peserta diskusi EBF, hoshiZora merumuskan 3 hal utama yang musti dimiliki antarelemen yang bermitra, yakni: value, trust dan impact. Adanya kesamaan nilai yang diikuti kepercayaan bersama bahwa program akan dijalankan secara profesional dan membawa dampak signifikan menjadi kunci penting terawatnya relasi.

EBF 9: Nila Tanzil & Periplus

EBF ke-9 ditutup dengan lunch meeting. hoshiZora Foundation mendapatkan kesempatan berbagi dengan XL Future Leaders mengenai Leadership Program bagi penerima beasiswa. XL Future Leaders pusat melalui salah satu pengelolanya, Ibu Yudith dan hoshiZora Foundation bersepakat untuk kemungkinan kerjasama lebih lanjut dengan XL Future Leaders Chapter Yogyakarta. Ibu Yudith berharap XL Future Leaders Yogyakarta dapat turut serta memberikan materi leadership bagi para penerima beasiswa hoshiZora. Gagasan ini memberi ruang bagi hoshiZora dan XL Future Leaders untuk bertemu dalam aksi kepedulian senada, yakni peningkatan kualitas generasi muda. Satu hal menarik yang dapat kita rumuskan dari forum ini bahwa rupanya tak hanya gagasan dan pendanaan yang bertemu, namun beragam ide positif dan pengalaman dapat dipertemukan. EBF menjadi sebuah ruang di mana gagasan dan daya dukung dikembangkan demi perubahan yang lebih baik untuk Indonesia.

2 thoughts on “Education and Business Forum #9: Sebuah Ruang Perubahan

  1. Nur Hikmah says:

    Assalamualaikum wr.wb.
    Saya sangat senang bahwa di Indonesia ini masih banyak sekali-orang-orang yang sangat berbaik hati, peduli terhadap pendidikan, ditengah carut marutnya kondisi perekonomian, dengan hal yang membisingkan kepala kita mengenai korupsi.

    Oia, saya mendapat info mengenai Yayasan hoshiZora dari seorang senior yang kemarin mengambil kuliah di Jepang dan menuliskan tentang Taiyou Indonesia Foundation, kemudian saya membaca tautan mengenai yayasan ini.

    Oia, perkenalkan Saya seorang guru yang ditugaskan di sebuah pulau terluar di Provinsi Kalimantan Selatan, tepatnya di Pulau Marabatuan, Kecamatan Pulau Sembilan, Kab. Kotabaru.

    Mencermati kondisi demografi masyarakat di pulau ini, jika dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka akan ada seribu satu kisah mengenai perjuangan anak yang terpaksa menggantungkan mimpinya hanya sebatas seorang nelayan. Dalam kondisi perekonomian keluarga yang tidak mendukung, tidak sedikit anak usia sekolah harus memilih jalan hidup antara sekolah atau menjadi nelayan di usia dini.

    Olehnya itu, bisakah saudara (i) memberikan pencerahan mengenai prosedur agar kiranya anak didik usia sekolah di Pulau ini mendapatkan beasiswa dari yayasan hoshiZora.

    Sebelum dan setelahnya, saya ucapkan terima kasih.
    jika berkenan, ini no.hp saya, 085277089390.

    • Yayasan hoshiZora says:

      Salam Ibu Nur Hikmah

      Terima kasih atas suratnya untuk kami. Kita semua patut bersyukur karena di berbagai tempat masih banyak orang yang bekerja bersama-sama untuk masa depan anak-anak negeri ini.

      Kami senang mengetahui Ibu Nur Hikmah berkenan berbagi cerita tentang kondisi masyarakat di sana. Sejak tahun lalu kami juga mendukung 11 adik bintang di wilayah Kelumpang Hilir serta Tegalsari, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Ibu Nur Hikmah dapat mendaftarkan murid Ibu dalam tautan http://db.hoshi-zora.org/?page=adikbintang. Adik bintang yang sudah terdaftar akan diseleksi pada periode seleksi berikutnya. Informasi lebih lanjut mengenai Adik Bintang Hoshizora dapat dikomunikasikan dengan Divisi Adik Bintang Hoshizora di nomor hp: 0856-4350-0061.

      Demikian informasi yang dapat kami berikan Ibu Nur Hikmah. Kami juga sangat terbuka apabila ada rekan-rekan yang hendak menjadi kakak bintang (kakak asuh) agar semakin banyak anak Indonesia yang terbantu.

      Terima kasih.

      Salam hangat,
      Hoshizora

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *